JERITAN HATI
PERINDU KEMAKMURAN
Menguak
jendela hati orang pinggiran. Itulah sebutan bagi rakyat yang terbuang, dimana
mereka hanya tinggal di gubuk beralaskan tikar dengan penuh kesesakan penduduk.
Mereka memiliki hak namun tidak mendapat kelayakan hidup. Hingga mereka
membenci pemerintah, karena janji yang tidak pernah ditepati.
Semua kota besar di dunia memiliki
kawasan kumuh. Begitu juga dengan Bandung.
Kampung kumuh tersebar
dimana-mana. Di bantaran sungai, bantaran waduk, jalan inspeksi dipinggir kali,
di kolong jembatan layang, di pinggiran rel kereta api, dan lainnya.
1.1 pemukiman di bantaran sungai
Semakin pesatnya kemunculan permukiman kumuh di perkotaan, diakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk kota yang cepat dengan tidak seimbangnya ketersediaan lahan di perkotaan. Hal ini menimbulkan penggunaan lahan yang kurang dan tidak layak huni untuk daerah permukiman. Jumlah penduduk yang tinggal di kampung kumuh diperkirakan hampir setengah penduduk Bandung. Mereka merupakan pendatang atau kaum urban yang mencari pekerjaan di Bandung.
1.1 pemukiman di bantaran sungai
Semakin pesatnya kemunculan permukiman kumuh di perkotaan, diakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk kota yang cepat dengan tidak seimbangnya ketersediaan lahan di perkotaan. Hal ini menimbulkan penggunaan lahan yang kurang dan tidak layak huni untuk daerah permukiman. Jumlah penduduk yang tinggal di kampung kumuh diperkirakan hampir setengah penduduk Bandung. Mereka merupakan pendatang atau kaum urban yang mencari pekerjaan di Bandung.
Dengan kata lain, kawasan
kumuh ini ada karena adanya kebutuhan tempat tinggal bagi para pendatang yang
ingin mengadu nasib di Bandung dengan harga yang relatif terjangkau. Demi mendapatkan
pekerjaan di Bandung, para pendatang ini rela tinggal di rumah-rumah kumuh di
bantaran-bantaran sungai.
1.3 pemukiman kumuh di tengah kota
Seperti apa kampung kumuh itu?
Kampung kumuh biasanya ditandai dengan rumah-rumah yang berdempet-dempetan,
tidak teratur, dan terbuat dari kayu-kayu atau bilik dan seng-seng bekas. Dihuni
oleh warga berpenghasilan rendah, buruh dengan penghasilan tidak tetap, dan
banyak pengangguran. Terdapat banyak WC umum, banyak pedagang air keliling
karena air di tempat itu biasanya tidak sehat atau tidak layak minum. Jaringan
listriknya juga tidak teratur dengan sambungan kabel dimana-mana sehingga rawan
kebakaran. Tanah yang ditempati biasanya tanah negara, seperti di bantaran
sungai atau waduk, pinggir jalan kereta api, di bawah kolong jalan layang, atau
tanah itu status hukumnya tidak jelas.
1.4 pemukiman kumuh di gang kota
Sebetulnya kampung kumuh itu
tidak layak menjadi tempat tinggal. Selain tempatnya tidak sehat, lingkungannya
juga tidak bagus untuk tinggal. Bagaimana mau sehat kalau jaringan air bersih
saja tidak ada. Selain itu, kondisi lingkungannya juga kotor. Banyak sampah,
banyak tikus, kecoa, dan air comberan. Mau istirahat atau belajar dengan
tenang? Mana mungkin, karena di kampung kumuh biasanya tidak pernah tenang. Ada
saja pedagang keliling yang teriak-teriak menawarkan dagangannya. Ada saja
tetangga yang berantem. Anak-anak yang menangis. Tetangga menyetel TV
keras-keras. Orang mabuk, dan lainnya.
1.5 pemukiman di pinggir rel kereta api
Hidup seadanya seperti itu
tentu sangat tidak layak dan tidak manusiawi. Tetapi bagaimana lagi? Mau hidup
tenang dan teratur? Mereka tak mampu menyewa apartemen atau membeli rumah.
Penghasilannya tidak cukup, karena mereka hanya buruh harian yang tidak
memiliki penghasilan tetap.
Apa
pemerintah peduli dengan keadaan kampung kumuh ini? Baik Pemerintah ataupun
para pejabat tidak akan mungkin jadi orang seperti sekarang tanpa bantuan dari
mereka yang lemah. Maka dari itu, mampukah kalian membuat mereka menjadi tersenyum
bahagia kembali?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar